Sejarah Kawasan Konservasi Mangrove & Bekantan (KKMB)
Sejak dr.Yusuf S.K dilantik sebagai Walikota Tarakan pada tanggal 1 Maret 1999,mulainya greget pembangunan di kota Tarakan menggema dan terus tumbuh berkembang hingga saat ini.
Salah astunya yang dilirik waktu itu sebuah kawasan mangrove di Strat Buntu ( sekarang jalan Gajah Mada ) yang dikuasai oleh Perum Pelabuhan Perikanan Pantai.Pada saat itu,dr. Jusuf S.K hanya memikirkan sekilas hutan mangrove untuk dijadikan paru-paru kota.Pada saat kompleks pertokoan Gusher Plaza dibangun,tahun 2001,Jusuf S.K meminta bantuan untuk mangrove dari bahan kayu-kayu bekas sepanjang 50 m.
Dr.Yusuf S.K sangat terkenan melihat keindahan gugusan mangrove tersebut.Namun,sebulan kemudian pada waktu sosok walikota Tarakan itu ingin masuk ke dalam hutan mangrove tersebut untuk kedua kalinya,ternyata jembatan tersebut telah rusak dan tidak dapat dilalui lagi.
Bersamaan dengan itu diambillah langkah-langkah konkrit yaitu dengan menerbitkan Surat Keputusan Walikota Tarakan Nomor 591/HK-V/257/2001 tentang pemanfaatan hutan mangrove Kota Tarakan ditujukan untuk Kawasan Mangrove seluas 9 ha di Jl.Gajah Mada.Ketika itu sekiata 2 ekor bekantan (Nasalis larvatus) dan beberapa monyet ekor panjang (Mamaca fascicularis) yang asli hidup di kawasan tersebut masih bisa di saksikan oleh masyarakat disekitarnya.
Berdasarkan informasi masyarakat akan keberadaan bekantan di kawasan mangrove tersebut,maka pada tahun 2002 dr.H.Yusuf S.K berinisiatif mendatangkan 6 ekor bekantan dari Kabupaten berau yang sebelumnya di karantina di rumah kediaman Camat Tarakan Barat.Waktu itu Pemerintah Kota Tarakan mendapat teguran keras dari Kepala BKSDA (Balai Konservasi Sumber Daya Alam) Kalimantan Timur.Pemerintah Kota Tarakan menjawab dengan surat penjelasan bahwa informasi yang diperoleh di daerah pedalaman bekantan justru di jadikan umpan untuk menangkap buaya.Akhirnya BKSDA Kalimantan Timur bisa memahami dan bahkan mendukung upaya konservasi insitu Bakantan di KKMB.Mengingat bahwa bekantan termasuk jenis bintang yang sangat pemalu dan sangat sensitif dan mudah stress,maka pada tahun 2002 dr.H.Jusuf S.K memerintahkan kepada dinas pekerjaan umum untuk melakukan pemagaran dengan seng seluas 9 Ha tersebut.
Setahun kemudian sudah mulai terlihat tanda-tanda keberhasilan penangkaran bekantan secara insitu di kawasan mangrove tersebut ditandai dengan tidak adanya kematian dan adanya kelahiran anak bekantan.
Seiring mulai diatngkarkannya bekantan secara insitu di KKMB,dibentuklah tim supervisi yang antara lain tediri dari Dinas Peternakan untuk aspek kesehatan bekantan,Dinas Kehutanan dan Dinas lingkungan Hidup & SDA untuk aspek kelestarian habitatnya.
Pada tahun 2003 sarana dan prasarana yang repsentatif secara bertahap mulai dibangun.Diantaranya adalah jembatan kayu ulin,pemeriksaan kesehatan hewan,khususnya bekantan.Jembatan ulin yang dibangun atas prakarsa Dr.Jusuf S.K,sengaja dibuat sedemikian rupa sehingga tidak ada batang pohon yand ditebang.Sehingga kadang-kadang tidak lurus tapi meliuk-liuk di sela-sela pohon bakau.
Denagn lebar 2 meter jembantan kayu ulin tersebut kini panjangnya mencapai 2.400 meter,sehingga setiap saat memudahkan pengunjung untuk berkeliling,melakukan pengamatan,melukis,memotret,dan lain-lain.Demikian juga menara ( tower ) pengamat setinggi 16 meter,dengan kapasitas sekitar 10 orang,terbuat kayu ulin,disediakan untuk pengunjung yang ingin melihat dari atas keindahan KKMB,pesisir laut,dan sebagian sudut kota Tarakan.
Pada tahun 2003,karena jumlah bekantan masih relatif sedikit,dan sifat bekantan yang sensitif dan pemalu,pengunjung masih kesulitan untuk melihat bekantan.Selanjutnya Dr.H.Jusuf S.K memerintahkan indukan bekantan di tambah lagi sebanyak 13 ekor dan pada tahun 2004 indukan di tambahkan lagi 10 ekor.Hingga awal tahun 2007,jumlah bekantan yang ada di KKMB ada 47 ekor,14 ekor diantaranya lahir di kawasan ini.
0 komentar:
Posting Komentar